Selasa, 04 Maret 2008

TONG KOSONG BERBUNYI NYARING

Anda sudah nonton "BEOWULF", sebuah film animasi 3D yang sangat indah . Di film tersebut diceritakan seorang penakluk monster yang lupa akan segala kehormatannya dan terlena oleh bujuk rayu iblis air . Terlena oleh segala janji kemewahan dan kemenangan serta segala kenikmatan duniawi yang akan mudah diraih oleh Sang raja BEOWULF.

Kita sendiri kadang sering terlena oleh segala kemewahan duniawi yang seakan - akan mudah sekali kita raih. Kita sering mencoba mencari jalan pintas tanpa peduli terhadap kepentingan orang lain. Kepentingan bersama sering terlindas oleh kepentingan pribadi sesaat. Tidak mau tahu lagi mana yang benar dan mana yang salah. Yang dikejar hanya sebuah kebahagiaan yang tidak abadi.

Iklan yang selalu menggoda, sinetron yang selalu menawarkan kemewahan - kemewahan absurd yang seakan mudah dicapai oleh setiap orang tanpa kerja keras. Yang selalu menceritakan kemewahan duniawi adalah segalanya dan dewa atas hidup kita. Infotainment yang selalu menyajikan kehidupan para selebritis yang penuh dengan kebohongan - kebohongan serta sandiwara di dalam dunia nyata. Para selebritis baru selalu muncul dengan wajah - wajah cantik dan tampan yang penuh kepalsuan. Topeng - topeng kebajikan menutupi wajah - wajah iblis penuh kemurkaan dan keserakahan.

Para penonton pun semakin tergoda kehidupan mewah yang mudah dicapai dengan menjadi seorang artis. Mengikuti audisi - audisi yang tak jelas lagi. Tanpa peduli akan kehidupan para kaum marjinal, yang tanpa lelah mengais rejeki dari balik tumpukan sampah. Berjalan di setiap lorong jalan , kulit hitam terbakar oleh panas mentari. Demi uang yang hanya Rp. 10.000,00/hari.

Pada sisi yang lain , banyak sekali mobil mewah bersliweran, satu mobil hanya ditumpangi satu orang . Berjalan kencang tak peduli kiri kanan. Jalan semakin padat dan macet tak ada celah buat orang - orang untuk sekedar melemaskan kaki. Jurang antara miskin dan kaya semakin lebar dan curam. Kemiskinan hanya menjadi angka di statistik bukan bahasan utama di parlemen.

Para wakil rakyat terhormat hanya sibuk berpikir untuk "menggemukkan" isi kantong pribadinya, lupa terhadap slogan - slogan yang diusung saat kampanye. Lupa untuk berpikir tentang kesejahteraan bagi orang - orang yang diwakili. Hanya sebuah tong kosong berbunyi nyaring . Sibuk berpikir untuk menyelamatkan diri agar tetap terpilih dan semakin dikungkung kemewahan duniawi.

Kaum marjinal hanya menjadi obyek dari para petinggi dan kapitalis. Saat kampanye diajak dan dibujuk , setelah selesai hanya ditinggal seperti ampas tebu yang tiada arti lagi. Harga barang semakin mahal dan mencekik. Tarif PLN terus menaik menyedot uang dari rakyat yang semakin terjepit dan memakmurkan sebagian kecil orang di PLN ( yang katanya terus merugi) . Perekonomian tak lagi berpihak pada rakyat marjinal secara keseluruhan.

AH, biarlah kita biarkan mereka yang terus memenuhi kenikmatan duniawinya. Mari kita tetap bersabar dan mencoba untuk tetap bertahan meletakan hidup kita dan terus berpijak pada jalan kebenaran menuju hidup yang kekal . Terima kasih. GOD BLESS YOU

1 komentar:

SARDA JATENG mengatakan...

Tuhan Maha Adil bukan berarti lalu menciptakan dunia yang adil. Dunia
ini memang diciptakan penuh ketidakadilan. Ada anak yang terlahir
miskin. Itu realita. Walaupun dia jenius, tetap saja tidak bisa masuk
sekolah unggulan yang menarik iuran mahal. Ada yang bekerja keras
dengan hasil sedikit, dan ada yang bekerja santai dengan hasil yang
banyak.

Kata siapa dunia itu adil?

Dunia memang tidak adil, kawan.

Kalau kita meyakini Allah itu Maha Adil, kemudian Allah menciptakan
lingkungan yang adil buat kita, maka… kesimpulan itu salah! Allah
maha berhak untuk menciptakan dunia yang penuh ketidakadilan. Allah
akan menilai kita dengan adil, yaitu bagaimana ikhtiar kita bereaksi
terhadap ketidakadilan itu. Allah adil dalam menilai amal kita, dan
Allah memang sengaja menciptakan dunia yang tidak adil.

Jadi, dunia ini tidak adil
contohnya
bahwa pekerja dengan jabatan yang lebih tinggi justru bekerja jauh
lebih mudah dan santai dengan imbalan yang jauh lebih besar. Di
strata lebih bawah pekerjaan bisa lebih sulit, anehnya dengan imbalan
lebih sedikit.

Jadi kita harus menyadari dan menerima bahwa banyak hal itu tidak
adil. Negara misalnya, sering tidak adil. Lingkungan pun demikian,
sering tidak adil. Bahkan sistem di kantor Anda pun sangat mungkin
tidak adil. Karena memang awalnya tidak adil, lalu ketika orang-
orangnya berusaha membuat keadilan maka akan terjadi silang pendapat
tentang seperti apa bentuk yang adil itu. Akhirnya adil yang sempurna
itu memang tidak ada. Apa yang dipandang adil seseorang, bisa
dipandang zalim oleh orang yang lain. Apa yang pimpinan pandang adil,
bisa dipersepsi tidak adil oleh bawahannya.

Mari kita terima saja bahwa dunia ini tidak adil. Jangan terlena oleh
buaian penghibur yang mengatakan dunia ini adil. Kita terima saja
kenyataan bahwa orang baik sering kalah, orang jahat sering menang.
Kita terima saja bahwa kerja keras tidak berkorelasi positif dengan
penghasilan. Juga kita terima saja bahwa orang yang baik pun belum
tentu mendapat pasangan yang sama baiknya.

Kita sendirilah yang harus
menciptakan keadilan … buat kita sendiri.

Tuhan Yang Maha Adil sungguh telah membekali diri kita
dengan `potensi keadilan' untuk mengarungi dunia yang tidak adil.

Mula-mula berusahalah untuk adil buat diri kita sendiri. Kalau
bekerja, ya boleh-boleh saja kerja keras, tapi bila senja telah tiba,
ingatlah untuk segera pulang karena keluarga menunggu di rumah. Itu
adil buat kita, juga adil buat keluarga kita. Bila tugas kantor
menumpuk, ambil jeda untuk istirahat dan olahraga ringan, karena
itulah yang adil buat tubuh kita. Bila sistem kerja di kantor belum
bisa mencapai bentuk yang ideal (dimana keadilan terjadi dengan
merata), maka kitalah yang harus cerdik memutar otak agar masih bisa
berlaku adil minimal buat diri kita sendiri. Yang harus kita andalkan
bukan sekedar kecerdasan emosi (tekun bekerja keras) dan kecerdasan
spiritual (bersabar dan bersyukur), tapi juga kecerdasan power
(menjadi cerdik dengan worksmart).

Mula-mulanya kita ciptakan keadilan buat diri kita sendiri. Setelah
itu kita ciptakan keadilan buat keluarga kita. Lalu kantor kita. Lalu
orang-orang yang lebih jauh dari kita. Lalu seluruh umat manusia dan
alam semesta.

Tuhan Yang Maha Adil sengaja telah menciptakan dunia ini penuh dengan
ketidakadilan.

"Dunia itu tidak adil. Kita sendiri yang harus menciptakan keadilan…
buat diri kita sendiri, yo to bos..ha ha ha…",